Ahwal dalam Tasawuf : Ikhlas dan Syukur
A. Ahwal
Ahwal berasal dari bahasa Arab
yaitu الحالة atau dikenal dengan arti tingkah atau keadaan. Secara terminologi
Ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati. Maksudnya, hal adalah
kondisi sikap yang diperoleh seseorang yang datangnya atas karunia Allah SWT
kepada yang dikehendaki, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa
atau sebagai pemberian semata. Sehubungan dengan ini, Harun Nasution
mendefinisikan hal sebagai keadaan mental, seperti perasaan senang, persaan
sedih, perasaan takut, dan sebagainya. Imam Al Ghazali ahwal adalah kedudukan
atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada
suatu waktu,baik sebagai buah dari amal sholeh yang mensucikan jiwa atau
sebagai pemberian semata.
Jika diruntut sejarahnya, konsep
tentang maqamat dan ahwal sebenarnya sudah ada pada masa awal Islam. Tokoh
pertama yang berbicara tentang dua konsep penting dalam tasawuf ini adalah Ali
ibn Abi Thalib: ketika ia di tanya tentang iman, ia menjawab bahwa iman
dibangun atas empat pondasi: kesabaran (shabr), keyakinan (yaqin), keadilan
(‘adl) dan perjuangan (jihad). Senada dengan pandangan ini, tokoh pertama yang
membedakan dua term ini (maqamat dan ahwal) adalah Dzunun al-Mishri (w. 796
M.-861 M.), sementara Sari al-Saqati (w.253H./867 M.) merupakan sufi pertama
yang menyusun maqamat dan menjelaskan tentang ahwal. Beberapa konsep pembagian
ahwal adalah sebagai berikut :
1. Muroqobah : muroqobah berarti menjaga, mengamati
tujuan, atau bisa diartikan sebagai salah satu sikap mental yang mengandung
pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan Allah dan
merasa diawasi oleh-Nya.
2. Khauf : khauf adalah suatu sikap mental yang
merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya.
3. Raja’ : raja’ bermakna harapan. Secara maknawi,
raja’ adalah ketenangan hati karena menantikan sesuatu yang sangat diinginkan.
Yang dimaksud Al-Ghazali dengan sesuatu yang diinginkan adalah pahala dan ridha
dari Allah SWT.
4. Syauq : syauq bermakna lepasnya jiwa dan
bergeloranya cinta. Pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang
menyertai mahabbah.
5. Mahabbah : mahabbah adalah kecenderungan hati
kepada yang dicintainya karena ia merasa senang berada didekatnya dan benci
akan kebalikannya atau nalurinya anti pati terhadap selainnya karena tidak
sesuai dengannya. Dan manakala kesenangannya makin bertambah itu artinya
cintanya makin mendalam.
6. Thuma’ninah : thuma’ninah berarti tenang tentram.
Tidak ada perasaan khawatir ataupun was-was karena ia telah mencapai tingkat
kebersihan jiwa yang paling tinggi.
7. Musyahadah : musyahadah secara harfiah adalah
menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminology persepektif tasawuf adalah
menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian
terhadap kekuasaan dan keagungan Allah.
8. Yaqin : yaqin berarti perpaduan antara
pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam
pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan
Tuhannya. Perpaduan antara pengetahuan dan rasa cinta yang mendalam ditambah
dengan adanya perjumpaan secara langsung, maka tertanamlah dalam qalb perasaan
yang mantap tentang Allah. Perasaan mantapnya pengetahuan yang diperoleh dari
pertemuan secara langsung itulah yang dinamakan al-yaqin.
B. Syukur
Secara etimologi kata syukur
berasal dari bahasa Arab yaitu syakara yang maknanya adalah pujian kepada
manusia atas kebaikan yang diperoleh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
syukur berarti rasa terima kasih kepada Allah SWT.
Sedangkan menurut Ibn Manzur
berarti amalan hamba yang sedikit tumbuh dan berkembang di sisi Allah SWT
sehingga Dia melipat gandakan pahala kepadanya.
1. Sebab-sebab Manusia Bersyukur
a. Meneladani sifat Allah SWT (Qs. Al Baqarah 158)
b. Menerima anugerah dan karunia Allah SWT yang
sangat luas (QS. al-Baqarah [2]: 185)
c. Syukur dapat menambah nikmat (QS. an-Naml [27]:
40)
4. Menghindari azab Allah (QS. an-Nisa’ [4]: 147)
2. Cara bersyukur
a. Syukur dengan hati : syukur dengan hati
diungkapkan sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh semata-mata karena anugerah
dan kemurahan Allah SWT.
b. Syukur dengan lidah : mengakui dengan ucapan
bahwa sumber nikmat adalah memuji sang Pencipta yaitu melafalkan
“alhamdulillah”.
c. Syukur dengan anggota tubuh : menyerahkan seluruh
anggota tubuh kita kepada Allah Swt karna yang menciptakan kita adalah Allah
Swt. Dengan melakukan kewajiban kita sebagai seorang mukmin yaitu melaksanakan
Sholat.
C. Ikhlas
Kata Ikhlas dalam kamus besar
bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih (kejujuran); tulus hati
(ketulusan hati) dan kerelaan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata ikhlas berasal
dari kata خلص yang mempunyai pengertian tanqiyah asy-syai wa tahdzibuhu
(mengosongkan sesuatu dan membersihkannya). Ikhlas merupakan bentuk masdar dari
kata أخلص يخلص اخلاصا yang secara bahasa berarti yang tulus, yang jujur, yang
murni, yang bersih, dan yang jernih (shafa)
, naja wa salima (selamat), washala (sampai), dan I’tazala (memisahkan
diri), atau berarti perbaikan dan pembersihan sesuatu.
Secara etimologi, kata ikhlas dapat
berarti membersihkan (bersih, jernih, suci dari campuran dan pencemaran, baik
berupa materi ataupun immateri). Sedangkan secara terminologi, ikhlas mempunyai
pengertian kejujuran hamba dalam keyakinan atau akidah dan perbuatan yang hanya
ditujukan kepada Allah. Kata ikhlas dalam Kamus Istilah Agama diartikan dengan
melakukan sesuatu pekerjaan semata-mata karena Allah, bukan kerena ingin
memperoleh keuntungan diri (lahiriah atau batiniah).
Abu Thalib al-Makki mengartikan ikhlas yang dikutip oleh Lu’luatul Chizanah mengatakan bahwa ikhlas mempunyai arti pemurnian agama dari hawa nafsu dan perilaku menyimpang, pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang tersembunyi, pemurnian ucapan dari kata-kata yang tidak berguna, dan pemurnian budi pekerti dengan mengikuti apa yang dikehenaki oleh Tuhan.
Al-Ghazali menyatakan bahwa yang sakit adalah amal yang dilakukakan karena mengharap imbalan surga. Bahkan menurut hakikatnya, bahwa tidak dikehendaki dengan amal itu selain wajah Allah Swt. Dan itu adalah isyarat kepada keikhlasan orang-orang yang benar (al-siddiqiin), yaitu keikhlasan mutlak.”
Dalam pandangan ilmu tasawuf, ikhlas mempunyai tingkatan-tingkatan tersendiri. Pertama, Ikhlas Awam, yaitu dalam beribadah kepada Allah, karena dilandasi perasaan rasa takut terhadap siksa Allah dan masih mengharapkan pahala. Kedua, Ikhlas Khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena didorong dengan harapan supaya menjadi orang yang dekat dengan Allah, dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT. Ketiga, Ikhlas Khawas alKhawas yaitu beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-benarnya.
1. Dalil Ikhlas
Terdapat dalam Al-Qur’an surat al- Bayyinah ayat 5 :
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus.
2. Tujuan Ikhlas
Soffandi dan Wawan Djunaedi berpendapat, bahwa
tujuan dari ikhlas adalah “membebaskan manusia dari godaan hawa nafsu jahat
(lawwamah) dan kesalahan- kesalahannya sehingga ia dapat berdiri di hadapan
Allah SWT dalam keadaan lapang”. Sementara al-Qusyairi berpendapat bahwa tujuan
ikhlas adalah “untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT”. Adapun
al-Qurtubi menegaskan bahwa tujuan ikhlas pada hakikatnya adalah “untuk
meningkatkan martabat umat manusia selama di dunia hingga akhirat nanti”.
3. Ciri-Ciri Orang Ikhlas
a. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam
beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian
ataupun celaan.
b. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik
dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka.
c. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang da’i
yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya
sesama da’i, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
d. Tidak mencari populartias dan tidak menonjolkan
diri.
e. Tidak silau dan cinta jabatan.
f. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi.
g. Tidak mudah kecewa.
h. Yang terakhir adalah Jika anda istiqomah dalam
menghafal Al-Qur’an, maka anda termasuk orang-orang yang ikhlas dan jujur dan
sungguh Allah akan senantiasa membantu perjuangan anda.
4. Cara Membina Sikap Ikhlas
Beberapa metode yang cocok untuk digunakan dalam
membina sikap Ikhlas pada pribadi muslim sehari-hari. Adapun metode-metode
tersebut menurut Abuddin Nata antara lain:
1. Metode Tabyin
Menurut Mahmud Yunus, kata bayyana
artinya; menyatakan atau menerangkan. Metode tabyin yaitu memberikan penjelasan
kepada anak setelah memberitahukan tentang sesuatu secara perlahan. Penerapan
metode tabyin dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada setiap muslim
keberuntungan dan pahala yang didapatkan oleh orang yang ikhlas dalam bahaya
dan siksa yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang- orang yang takabur
dan riya.
2. Metode Keteladanan
Teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dsb). Teladan yang dimaksud adalah perbuatan, sikap dan kelakuan yang terpuji seorang pendidik, baik orang tua maupun guru dan akan dicontohi oleh setiap anak didiknya.
------------------------------------------------------
Kesimpulan :
Ahwali berasal dari bahasa Arab
yaitu الحالة atau dikenal dengan arti tingkah atau keadaan. Secara terminology
Ahwal berarti keadaan spiritual yang menguasai hati. Maksudnya, hal adalah
kondisi sikap yang diperoleh seseorang yang datangnya atas karunia Allah SWT
kepada yang dikehendaki. , baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan
jiwa atau sebagai pemberian semata. Sehubungan dengan ini, Harun Nasution
mendefinisikan hal sebagai keadaan mental, seperti perasaan senang, persaan
sedih, perasaan takut, dan sebagainya. Imam Al Ghazali ahwal adalah kedudukan
atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba pada
suatu waktu,baik sebagai buah dari amal sholeh yang mensucikan jiwa atau
sebagai pemberian semata. Beberapa konsep pembagian ahwal adalah Muroqobah,
Khauf, Raja’, Syauq, Mahabbah, Tuma’ninah, Musyahadah, Yaqin.
Secara etimologi kata syukur berasal dari bahasa
Arab yaitu syakara yang maknanya adalah pujian kepada manusia atas kebaikan
yang diperoleh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata syukur berarti rasa
terima kasih kepada Allah SWT. Sedangkan menurut Ibn Manzur berarti amalan
hamba yang sedikit tumbuh dan berkembang di sisi Allah SWT sehingga Dia melipat
gandakan pahala kepadanya. Bersyukur dilakukan manusia dengan sebab: meneladani
sifat Allah SWT, menerima anugerah dan karunia Allah SWT yang sangat luas,
dengan syukur dapat menambah nikmat, dan untuk menghindari azab Allah.
Kata Ikhlas dalam kamus besar
bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih (kejujuran); tulus hati
(ketulusan hati) dan kerelaan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata ikhlas berasal
dari kata خلص yang mempunyai pengertian tanqiyah asy-syai wa tahdzibuhu
(mengosongkan sesuatu dan membersihkannya). Sedangkan secara terminologi,
ikhlas mempunyai pengertian kejujuran hamba dalam keyakinan atau akidah dan
perbuatan yang hanya ditujukan kepada Allah. Dari definisi diatas, ikhlas
merupakan kesucian hati dalam beribadah atau beramal untuk menuju kepada Allah.
Ikhlas adalah suasana kewajiban yang mencerminkan motivasi bathin kearah
beribadah kepada Allah dan kearah membersihkan hati dari kecenderungan untuk
melakukan perbuatan yang tidak menuju kepada Allah. Dengan satu pengertian,
ikhlas berarti ketulusan niat untuk berbuat hanya karena Allah.
------------------------------------------------------
Komentar
Posting Komentar