Kerajaan Cirebon dan Maluku

 


Kerajaan Cirebon

  1. Sejarah Kerajaan Cirebon 

Secara geografis,Cirebon terletak di tepian pantai utara Jawa (Pantura), yang dilengkapi dengan sungai-sungai yang sangat penting perannya sebagai jalur transportasi ke pedalaman yang letaknya di sekitar pelabuhan Cirebon yaitu: Sungai Cimanuk, Pekik, Kesunen dan Cilosari.

Kurang lebih satu tahun setelah Sunan Gunung Jati menetap di Cirebon tepatnya pada tahun 1479 M, Pangeran Cakrabuana selaku penguasa Cirebon menyerahkan tumpuk pimpinan kepada Sunan Gunung Jati, keponakannya dan sekaligus sebagai menantunya. Penobatan Sunan Gunung Jati didukung oleh para Wali Allah di Pulau Jawa yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Sunan Gunung Jati oleh para wali dianugrahi gelar sebagai penetap/penata agama Islam di tanah Sunda dan sebagai Tumenggung Cirebon. Sejak itu tokoh-tokoh Islam banyak yang menyerahkan pengikutnya kepada Sunan Gunung Jati. Tokoh-tokoh Islam yang dimaksud antara lain adalah Syekh Datuk Khafi, Syekh Majagung, Syekh Siti Jenar, Syekh Maghribi, Pangeran Kkejaksan dan para Ki Gede.

 Dengan demikian, Sunan Gunung Jati merupakan “Pandita Ratu” karena selain sebagai kepala pemerintahan (penguasa) ia juga berperan sebagai Wali Sanga penyebar Islam. Setelah menjadi penguasa langkah awal tindakan politik yang dijalankan oleh Sunan Gunung Jati ialah menggalang kekuatan terlebih dahulu dengan Demak dan kekuatan-kekuatan lainnya serta melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Padjajaran. Sunan Gunung Jati menghentikan kewajiban memberi upeti tahunan berupa garam dan terasi kepada Kerajaan Sunda Padjajaran. Tindakan Sunan Gunung Jati ini membuta Raja Sunda Padjajaran marah dan kemudian mengutus Tumenggung Jayabaya beserta 60 orang pasukannya untuk mendesak agar penguasa Cirebon menyerahkan upeti. Akan tetapi setibanya di Cirebon, Tumenggung Jayabaya beserta pasukannya tidak menjalankan perintah dari Raja Padjajaran, bahkan “membelot” dan semuanya berkeinginan masuk agama Islam. Mereka tidak kembali lagi ke Padjajaran dan menetap di Cirebon mengabdi kepada Sunan Gunung Jati.

Dengan dihentikannya upeti kepada Kerajaan Sunda Padjajaran itu merupakan pertanda bahwa Cirebon sejak dipegang oleh Sunan Gunung Jati melepaskan diri dari Kerajaan Sunda Padjajaran. Selanjutnya dimulailah sebuah negara yang bebas dan merdeka serta berdaulat penuh atas rakyat dan wilayahnya. 

              2. Masa Kejayaan Kerajaan Cirebon 

Kerajaan Cirebon menepuh masa kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati pada 1479-1956. Cirebon sangat maju dalam agama, politik dan perdagangan. Dalam Babad Ccirebon disebutkan bahwa masjid Agung itu dibangun pada tahun 1489. Arsitek utamanya adalah Raden Sepat, mantar arsitek kerajaan Majapahit. Pembangunan masjid tentu berkaitan erat dengan keberadaan pemeluk agama Islam di daerah setempat yang jumlahnya terus meningkat. Pada sisi lain, pembangunan sarana ibadah di daerah setempat itu berkaitan dengan Cirebon sebagai kota pelabuhan. Cirebon merupakan negara maritime yang pada zamannya banyak disinggahi oleh para pedagang-pedagang muslim dari berbagai negaradi antaranya pdagang dari Cina, Arab, Persia, India, Malaka, Tumasik, Pasai, Jawa Timur dan Palembang. Dengan kata lain, keberadaan Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu potensi Islam Cirebon, yang pentng artinya bagi pengembangan dan penegakan syiar Islam. 

 Keberhasilan masa pemerintahan Sunan Gunung Jadi diantaranya sebagai berikut:

1.      Wilayah bawahan Kerajaan Cirebon sampai tahun 1530 M sudah meliputi separuh dari provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten dengan jumlah penduduk sekitar 600.000 orang yang sebagian besar masih beragama nonIslam.

2.      Pelabuhan-pelabuhan penting di sepanjang pantai Utara Jawa Barat seluruhnya sudah dapat dikuasai oleh Kerajaan Cirebon.

3.      Telah dilakukan pembangunan Masjid Jami di ibu kota dan di berbagai wilayah bawahan Kerajaan Cirebon, serta langgar-langgar di berbagai pelabuhan.

4.      Perluasan dan pembangunan Keraton Pakungwati sehingga sesuai dengan fungsi dan posisinya sebagai bangunan utama pusat pemerintahan kerajaan yang berdasarkan Islam.

5.      Tembok keliling keratin berikut beberapa pintu gerbang, pangkalan perahu kerajaan, pos-pos penjagaan keamanan, install kuda kerajaan, bangunan untuk kereta kebesaran kerajaan, pedati-pedati untuk pengangkutan barang dan sitinggil/pancaniti (bangunan untuk pengadilan) serta alun-alun telah selesai dibangun dan diperindah.

6.      Telah selesai dibangun tembok keliling ibu kota meliputi areal seluas 50 hektar dilengkapi dengan beberapa pintu gerbang dan pos jaga nya.

7.      Telah selesai dibangun jalan besar utama menuju Pelabuhan Muarajati dan jalan-jalan ibu kota serta jalan-jalan yang menghubungkan ibu kota dengan wilayah-wilayah bawahannya.

8.      Pasukan Jagabaya jumlahnya cukup banyak, organisasinya sudah ditata dengan komandan tertingginya dipegang oleh seorang tumenggung yang disebut Tumenggung Jagabaya.

9.      Dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat kerajaan maupun di wilayah bawahan telah diatur dalam tata aturan pemerintahan yang cukup rapi. Sunan Gunung Jati telah memberlakukan gelar-gelar jabatan. 

              3. Kemunduran Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon mulai mengalami kehancuran ketika Cirebon dibagi menjadi 3 kesultanan, yakni Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan. Sehingga Kerajaan Cirebon menjadi terpecah-pecah. Disamping itu adanya perebutan kekuasaan sepeninggal Panembahan Gerilya pada tahun 1702. Adanya campur tangan VOC dalam kerajaan yang mengadu domba mereka juga menjadi penyebab hancurnya kerajaan Cirebon. 

Kerajaan Maluku

  1. Sejarah Kerajaan Maluku

Sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore, Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibu kota nya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Kesultanan Ternate didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257 M. kesultanan Ternate memiliki peranan yang penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan ternate mengalami masa kejayaan pada pertengahan abad ke-16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya.  

Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan. Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini lah muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu kesultanan Ternate yang dipimpin oleh Sultan Zainal Abidin (1486-1500M), Kesultanan Tidore yang dipimpin oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin oleh Sultan Sarajati dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko.  

Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan gemoni politik di kawasan Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.  

Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo dan Banggai di Sulawesi dan sampai Flores dan Mindanao dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaanya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan nya pada masa Sultan Nuku. Persaingan yangterjadi antara kedua kerajaan ini adalah persaingan dagang. Dari persaingan ini menimbulkan persekutuan dagang, yang menjadi pemimpin dalam persekutuan dagang tersebut yaitu:

a)      Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi dan Ambon. Pada masa Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai masa keemasan dan disebutkandaerah kekuasaanya meluas ke Filipina.

b)      Uli-Siwa (persekutuan Sembilan bersaudara) yang dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailolo dampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Nuku.

             2. Masa Kejayaan Kerajaan Maluku

a)      Masa Kejayaan Kerajaan Ternate

Pada abad ke-15, Kerajaan Ternate mengalami perkembangan pesat, terutama di bidang perdagangan dan pelayaran, hal ini terjadi berkat kekayaan rempah-rempah nya. Akan tetapi, kestabilan kerajaan sempat terancam ketika bangsa Portugis mulai menginjak tanah Ternate. Sejak awal abad ke-16, sultan Ternate mulai melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis yang dirasa akan memonopili perdagangannya. Terlebih lagi, Portugis telah mendirikan benteng yang diberi nama Benteng Sao Paulo di Ternate. Setelah peperangan selama beberapa tahun, bangsa Portugis baru dapat dikalahkan dan diusir pada 1577 M, ketika Sultan Baabullah berkuasa. Kemenangan Ternate atas Portugis ini tercatat sebagai kemenangan pertama putra nusantara melawan kekuatan barat.  

Selain itu, Sultan Baabullah (1570-1583 M) juga mengantarkan Kerajaan Ternate menuju puncak kejayaan. Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah, wilayah kekuasaan Kerajaan Ternate membentang dari Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Timur, Sulawesi Tengah, bagian selatan Kepulauan Filipina dan Kepulauan Marshall di Pasifik. Pencapaian tersebut membuat Sultan Baabullah dijuluki sebagai penguasa 72 Pulau yang semuanya berpenghuni.

b)      Masa Kejayaan Kesultanan Tidore  

Masa kejayaan Kesultanan Tidore terjadi pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai dan Papua.  

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol dan Belanda.

             3. Masa Kemunduran Kerajaan Maluku

a)      Masa Kemunduran Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Baabullah wafat pada 1583 M. Tidak lama kemudian, Spanyol berani melakukan serangan dan berhasil merebut Benteng Gamulamu pada 1606 M. kehidupan politik Kerajaan Ternate pun semakin kacau saat VOC datang dan memenangkan persaingan melawan bangsa barat lainnya. Sejak saat itu VOC memegang ha katas monopoli perdagangan dan mulai mendirikan benteng di Ternate. Menjelang akhir abad ke-17, Kerajaan Ternate sepenuhnya berada di bawah kendali VOC. Hal inilah yang disebut-sebut sebagai penyebab runtunya Kerajaan Ternate, meskipun kerajaan ini tidak benar-benar hancur.

b)      Masa Kemunduran Kesultanan Tidore

Mundurnya Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.  

Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat. 

 

Komentar

Postingan Populer