Kerajaan Gowa

1.       Sejarah berdirinya kerajaan Gowa

Kerajaan Gowa merupakan salah satu kerajaan terbesar dan banyak mengalami keberhasilan pada abad ke-16 dan abad ke-17, terutama pada masa pemerintahan I Mangarangi Daeng Manrabbia. Keberhasilan yang diperoleh pada masa pemerintahannya adalah berhasil menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa, memperluas pengaruh kekuasaanya melalui sistem kawin-mawin, meluaskan daerah kekuasaanya dengan melakukan menakhlukkan terhadap daerah-daerah di sekitar, hingga mengadakan hubungan persahabatan dengan raja Aceh dan Mataram.

Awal kemunculan kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Tumanurung yang berlangsung sejak tahun 1320-1345. Masyarakat sekitar percaya bahwa raja pertama yang memerintah adalah Tumanurung Bainea. Ia adalah seorang putri yang turun dari kayangan. Berdasarkan legenda, ia sengaja diutus ke Butta Gowa untuk menjadi pemimpin, di mana saat itu Gowa sedang mengalami perang saudara. Tumanurung bukanlan nama asli dari putri yang turun dari negeri kayangan. Karena namanya yang tidak diketahui, akhirnya masyarakat hanya memberinya nama Tumanurung yang berarti seseorang yang turun dari kayangan.

2.       Proses Islamisasi Kerajaan Gowa

Penerimaan Islam raja Gowa dan Tallo terjadi pada malam Jum’at, 9 Jumadil Awal 1014 H/22 September 1605 M yang ditandai dengan kedatangan tiga orang datuk. Mereka berasal dari Kota Tengah, Minangkabau. Orang pertama yang menerima Islam adalah Mangkubumi Kerajaan Gowa yang juga menjabat sebagai raja Tallo, bernama I Malingkang Daeng Manyori yang kemudian diberi nama Islam Sultan Abdullah Awwalul Islam. Kemudian pada saat yang sama Raja Gowa XIV, I Mangrangi Daeng Manrabia juga menyatakan ke Islam an nya dan kemudian diberi nama Sultan Alaudin.

Peristiwa masuknya Islam Raja Gowa merupakan tonggak sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan, karena setelah itu terjadi konversi Islam secara besar-besaran. Konversi itu ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Sultan Alauddin pada tanggal 9 November 1607untuk menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan agama masyarakat.

Keterbukaan kerajaan Gowa dengan dunia luar menjadi salah satu factor masuknya Islam dan membuka babak sejarah baru kehidupan keagamaan kerajaan Gowa. Sebagai tanda penerimaan Islam di Gowa, yaitu dengan dilakukannya shalat Jum’at yang pertama yang dilaksanakan pada tanggal 9 November 1607 M.

Dengan demikian proses Islamisasi antara tahun 1605-1611 merupakan periode penerimaan Islam secara besar-besaran. Setelah itu dimulai lah proses sosialisasi Islam ke dalam struktur kerajaan dan kehidupan masyarakat.

3.       Kehidupan Masyarakat pada Masa Kerajaan Gowa

a.       Bidang Ekonomi

Didukung oleh kondisi alam yang cukup memadai dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat Gowa, sebelumnya telah menggeluti berbagai jenis bidang usaha:

1)          Berburu

Berburu merupakan suat kegiatan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat. Binatang buruan saat itu adalah rusa dan babi. Pemburu rusa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sebagai konsumsi. Sedangkan pemburuan binatang babi dilakukan dnegan tujuan usaha pemberantasan binatang perusak tanaman.

2)          Meramu

Kegiatan meramu merupakan suatu usaha yang dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup akan berbagai hasil hutan. Seperti kayu bakar, damar dan rotan. Kegiatan menangkap ikan yang dilakukan masyarakat saat itu memanfaatkan sarana penangkapan ikan di sungais dan di laut. Sehingga ikan yang ditangkap terdiri atas ikan air tawar dan ikan laut. Cara menangkap ikan juga menggunakan peralatan yang sederhana, seperti diantaranya perangkap yang terbuta dari bamboo dan jenis jala.

3)          Bertani

Bertani dilakukan masyarakat dengan memanfaatkan dua jenis lahan, yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan kering difungsikan untuk tanaman perkebunan. Sedangkan lahan basah untuk menanam padi di musim penghujan dan di musim kemarau diselingi tanaman palawija dan berbagai jenis sayur-sayuran.

4)          Beternak

Kegiatan beternak diusahakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan daging ternak, disamping usaha memenuhan kebutuhan akan media pembajak lahan persawahan. Jenis ternak untuk konsumsi seperti ayam, ituk dan kambing. Sedangkan hewan kerbau dan sapi untuk membajak sawah.

 

b.       Bidang Politik

Kerajaan Gowa mulai muncul sebagai pemegang kendali politik dan kegiatan pelayaran serta perdagangan di Sulawesi Selatan pada masa raja Gowa ke-9, Tumparisi Kallona. Pelabuhan singgah Makassar ini mulai dikembangkan sebagai pelabuhan niaga karena letaknya yang strategis. Keberhasilan raja Gowa yang mengembangkan pelabuhan Makassar membuat para pedagang banyak yang datang ke Makassar. Perkembangan ini dimungkinkan karena bandar iaga di Malaka telah jatuh ke tangan Portugis pada 1511, sehingga pedagang dari Melayu banyak yang menggunakan pelabuhan Makassar.

Kemunculan Gowa sebagai kekuatan politik sudah mulai dirintis pada awal Abad XVI sejak pemerintahan Raja Gowa IX, Daeng Matanre Karaeng Mantulungi Tu Maparisi Kallonna (1510-1546). Pada masa tersebut banyak kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan kekuatan peperangan, termasuk pendirian benteng-benteng pertahanan pantai Makassar.

 

c.       Bidang Seni dan Budaya

Sebelum datangnya Islam, keyakinan masyarakat Gowa pada masa lampau bergantung pada alam gaib. Oleh karena itu, tari digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Tarian khas Gowa antaralain:

1)      Tari Pakkarena, dahulu kala ditarikan oleh putri bangsawan pada setiap peristiwa atau upacara-upacara penting dalam lingkungan istana sebagai pemujaan atas dewa-dewa.

2)      Tari Bosarak, yaitu tarian untuk menyambut tamu terhormat

3)      Tari Anging Mamirik, tari yang menceritakan tentang kesetiaan seorang perempuan yang sedang menunggu kekasihnya pulang melaut

4)      Tari Rapang Bulang, melukiskan gadis-gadis yang sedang bergembira menghibur diri karna sedang merindukan kekasihnya yang pergimengarungi samudera.

5)      Tari di Ujung Badik, menceritakan kisah harga diri di mana seorang putri bangsawan yang telah melanggar adat karena menintai pria yang tidak sederajat dengannya.

Selain itu juga ada alat musik, seperti seruling, basing-basing atau Bulo’, puik-puik (terompet) dan ganrang bulo.

 

Kerajaan Buton

1.       Sejarah berdirinya kerajaan Buton

Istilah kerajaan wolio digunakan awal terbentuknya kerajaan dan istilah kesultanan Buton digunakan setelah Islam di Buton menjadi agama kerajaan.  Kerajaan Buton berdiri pada abad ke-13 dan terletak di sebelah tenggara Sulawesi. Kesultanan Buton adalah salah satu kerajaan Islam yang berada di Sulawesi Tenggara, Indonesia. Berdirinya kerajaan ini tidak terlepas dari orang-orang Melayu yang datang ke wilayah Buton pada akhir abad ke-13 M. sumber tertulis tentang Buton dapat ditemukan dalam buku Negara Kertagama Mpu Prapanca. Buku ini selesai pada 1365. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa daerah Buton disebut sebagai daerah Butuni. Butuni adalah lingkungan dengan kebun, lingga dan kanal tempat tinggal penduduk. Nama Buton dikaitkan dengan dengan kerajaan kecil di bawah kekuasaan Majapahit. Artinya, kehadiran kata Buton dalam buku ini menyiratkan bahwa kerajaan Buton ada pada saat itu karena diakui dan diketahui keberadaanya, kerajaan Buton ada serratus tahun sebelum 1365 M. hal ini menunjukkan bahwa kerajaan Buton ada pada masa keemasan Majapahit.

\Cikal bakal Buton sebagai negeri pula tidak dapat dipisahkan dari mitos. Asal usul Buton telah dirintis oleh empat orang yang disebut dengan Mia Patamiana mereka adalah Sipajonga, Simalui, Sitamanajo dan Sijawangkati. Menurut sumber sejarah Buton, pendiri negeri ini berasal dar semenanjung Melayu yang datang ke Buton pada akhir abad ke-13 M. Empat orang Mia Patamina tersebut terbagi dalam dua kelompok, Sipajonga dan Sijawangkati, Simalui dan Sitamanajo. Kelompok pertama menguasai daerah Gundu-gundu, sementara kelompok kedua dengan para pengikutnya menguasai daerah Barang Katopa. Sipanjonga dan para pengikutnya meninggalkan semenanjung Melayu pada bulan Syaban 634 H (1236 M). dalam perjalanan mereka singgah pertama kali di Malalang kemudian ke Kallaotoa dan akhirnya sampai di Buton, kemudian mendarat di daerah Kalampa kemudian mereka mengibarkan bendera kerajaan Melayu yang disebut bendera longga-longga. Ketika Buton berdiri, bendera longga-longgaini dipakai sebagai bendera resmi di kerajaan Buton.

2.       Proses Islamisasi Kerajaan Buton

Buton yang dilintasi jalur perdagangan nusantara berhasil tumbuh sebagai negara maritime. Hasil pertanian yang tidak begitu baik berhasil diatasi dnegan hasil laut yang melimpah. Di era kekuasaan kerajaan ke-5 Mulae pada tahun 1511-1538. Kekuasaan Buton berhasil mencapai Luwu, Koname dan Muna. Melalui perkawinan politik wilayah tersebut tunduk pada kerajaan Buton tanpa melalui aksi militer. Pada masa itu Buton telah berhubungan dengan banyak kerajaan dengan berbagai kebudayaan. Agama Islam telah dikenal dari para pedagang Arab, Pasai atau Malaka. Pada abad ke-16 ulama dari Semenanjung Malaka yaitu Syekh Abdul Wahid datang ke Buton untuk menyebarkan agama Islam. Penyebaran Islam masuk hingga ke istana sehingga mulai menjadi muslim dan bergelar Muhammad Idham. Sebagai negara pesisir, Buton juga lepas dari gangguan keamanan yang dilakukan oleh bajak laut. Lakilaponto menantu dari Mulae berhasil menghalau para bajak laut Labalaotio. Atas jasanya ini Lakilaponto menduduki puncak kepemimpinan di Buton. Kemudian pada tahun 1538 Lakilaponto dilantik oleh Syekh Abdul Wahid jadi penguasa Buton dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis atau dikenal dengan Sultan Muhammad Kaimuddin.

Lakilaponto sudah menjadi raja Buton selama 20 tahun menggantikan Mulae. Pada masa inilah Islam secara resmi menjadi agama negara dan Buton beralih menjadi kesultanan. Lakilaponto kelask akan mendapatkan julukan sebagai raja terakhir dan Sultan pertama. Naiknya Sultan Murhum membuat empat kerajaan kecil menggabungkan diri ke dalam Kesultanan Buton. Kerajaan itu meliputi kerajaan an-naba tangan, kerajaan bombonawulu, kerajaan todanga dan kerajaan wabula. Seiring pengaruh Islam yang semakin kuat maka hukum kerajaan pun mengalami penyesuaian hukum tata negara yang sebelumnya bersifat kerajaan diubah menjadi Kesultanan berasaskan agama Islam.

3.       Pengaruh Islam di Kehidupan Masyarakat

a.       Politik

Sistem kerajaan menjadi kesultanan dengan menerapkan hukum sesuai ajaran agama Islam. Dalam bidang politik pengaruh Islam termanivestasi dalam pemilihan pejabat mulai dari Sultan sampai jabatan terendah dibawahnya. Salah satu kriteria yang selalu diperhatikan adalah apakah dia seorang Islam yang baik, yang mempunyai kesempurnaan lahir dan batin, mempunyai ilmu tentang Islam, Siddiq, Tablig, Amanah dan Fatonah. Falsafah hidup yang menjadi pegangan setiap orang Buton tidak lepas kaitannya dari pengaruh Islam yang mengajarkan bahwa semua pemeluk Islam bersaudara. Sehingga masyarakat Buton, Islam menjadi akhir dari perjuangan yang harus dipertahankan. Hal ini terlihat pula dalam perjuangan yang dilandasi Islam, yaitu “biar hancur harta, negara, pemerintah (sara) asalkan agama (Islam) selamat”.

b.       Sosial Budaya

Pada aspek sosial budaya, Islam mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan watak dan akhlak bagi masyarakat Buton. Pada bidang pendidikan misalnya, Islam mempunyai pengaruh yang besar dan penting bagi masyarakat pada pendidikan pertama yang dikenal melalui pendidikan Islam dan hingga sekarang masih dijumpai istilah yang digunakan masyarakat “Apoguru antona Islam” yang artinya belajarlah tentang kandungan agama Islam. Pengaruh Islam juga terlihat pada seni bangunan rumah (arsitektur) dan seni yang berkembang pada masyarakat Buton.

c.       Ekonomi

Berburu dan menangkap ikan serta perdagangan diduga sebagai mata pencaharian masyarakat Buton masa itu. karena wilayah Buton dekat dengan pesisir dan juga wilayahnya dijadikan sebagai jalur perdagangan. kehidupan ekonomi pada masa kerajaan Buton adalah berdagang. dengan mengelola cengkeh sebagai hasil pertanian yang baik disana. pengaruh Islam dalam perekonomian yaitu Islam dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Arab. Dengan adanya jalur perdagangan ini, maka menjadikan sebab berkembangnya Islam di Buton.

4.       Kemunduran Kerajaan Buton

Kemunduran kerajaan Buton diawali dengan adanya konflik. Ancaman dari luar yang terus menerus dirasakan Buton adalah perlombaan pengembangan kuasa dari dua buah kerajaan besar jirannya yaitu Ternate dan Makassar. Ancaman luar juga datang dari orang-orang Sseram dan Papua. Sepanjang pemerintahan kesultanan Buton, selain mendapat tekanan dari luar, juga mendapat tekanan dari dalam. aksi pemberontakan dan makar serta kerusuhan menghiasi perjalanan roda pemerintahan diantaranya kerusuhan di Wasongko dan Lasadewa akibat kasus Sapati Kapolangku yang menimbulkan terjadinya kesalahpahaman antara Ternate Buton tahun 1669. Disamping itu juga tercatat beberapa aksi pemberontakan dan makar yaitu Sultan ke-26 La Koporu menghadapi banyak masalah politik, ada yang bersifat dalaman dan luaran. antara masalah dalaman adalah pemberontakan di Kalincusu dan Wowoni yang banyak memakan korban dan menghabiskan senjata Buton. karena begitu banyak pemberontakan yang silih berganti dikarenakan letaknya strategis di ujung Tenggara Sulawesi, sera kurangnya hubungan antara Belanda disebabkan penghianatan yang dilakukan pendahulu-pendahulu Raja Buton.

 

5.       Bukti Sejarah dan Peninggalan Kerajaan Buton

a.       Benteng keratin Buton

b.       Istana Malige

c.       Makam Betoambari yeng terletak di wilayah pesisir pantai Lakeba Kota Baubau

d.       Undang-undang Kkesultanan Buton “Murtabah tujuh” abad ke-17 yang disebut sebagai undang-undang tertua di dunia

e.       masjid Agung Keraton Buton dan Tiang bendera Era Kesultanan Masjid

f.        Kuba Badiaa Keraton Buton

g.       Beberapa Makam Sultan yang berbeda dalam benteng keratin Buton

h.       Batu Popaua. Batu Popaua (yoni) tampak lubang tempat meletakkan telapak kaki raja dan sultan saat mengangkat sumpah. Batu Popaua terletak di depan Masjid Agung Keraton Buton.

Komentar

Postingan Populer