PESANTREN
A. Sejarah Awal Mula Pesantren
Sejarah
berdirinya pesantren diidentikkan dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam tumbuh dan berkembang sejak masuknya Islam di
Indonesia, proses Islamisasi di Indonesia tidak bisa lepas dari peranan
lembaga-lembaga tersebut. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan
lembaga sosial yang dikenal di Jawa. Di luar Jawa lembaga yang memiliki misi
sejenis dikenal dengan surau di Minangkabau, dayah, meunasah atau rangkang di
Aceh. Sebagai pendidikan lanjut, pesantren merupakan tempat mengkonsentrasikan
para santrinya untuk diasuh, dididik dan diarahkan menjadi manusia yang
paripurna oleh kiai atau guru.
Data
sejarah tentang kapan pesantren berdiri dan siapa serta di mana secara detail
sulit untuk ditelusuri. Secara terminologis dapat dkatakan bahwa pendidikan
pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum
proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara
umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di Jawa. Setelah Islam masuk
dan tersebar, sistem tersebut diadpsi oleh Islam. Di samping alasan tersebut,
persamaan bentuk antara pendidikan Hindu di India dan pesantren dapat dianggap
sebagai petunjuk untuk menjelaskan asal-usul pesantren.
Pendapat
di atas tidak selamanya benar dan kita terima mentah-mentah karena ada pendapat
lain yang menyebutkan bahwa pesantren itu berasal dari tradisi Islam itu
sendiri, yaitu tradisi tarekat. Pesantren mempunyai kaitan erat dengan tempat
pendidikan kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di
Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk tarekat. Hal ini
ditandai oleh terbentunya kelompok-kelompok organisasi tarekat yang
melaksanakan amalahn-amalan zikir dan wirid tertentu. Dan pemimpin tarekat
tersebut disebut kyai, yang mewajibkan pengikut-pengikutnya untuk melaksanakan
suluk selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama
anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan kegiatan ibadah di bawa
bimbingan kyai.
Perkembangan
pesantren di Indonesia, meliputi:
1. Masa
Walisongo
Pada abad ke-12 dan aban ke-13 kegiatan penyebaran dan
pengembangan dakwah Islam semakin meningkat dan telah tersebar luas di berbagai
daerah. Seiring dengan hal tersebut, maka pusat-pusat pendidikan Islam semakin
tersebar luas di berbagai kawasan di Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa.
Sejarah pondok pesantren di Jawa tidak terlepas dari peran Walisongo yang
menyebarkan Islam di pulau Jawa khususnya. Pada masa Walisongo inilah istilah
pondok pesantren mulai dikenal di Indonesia.
Sunan Ampel mendirikan padepokan di Ampel Surabaya
sebagai pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa yang
datang untuk menuntut ilmu agama di Padepokan Sunan Ampel inilah yang dianggap
sebagai cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia.
Di lihat dari sejarahnya, pesantren memiliki usia yang smaa tuanya dengan Islam
di Indonesia. Syaikh Maulana Malik Ibrahim dapat dikatakan sebagai peletak
dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia. Pada masa awal pendiriannya,
Pesantren merupakan media untuk menyebarkan Islam karena memiliki peran besar
dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia.
2. Masa
Penjajahan
Pada masa awal perkembangan Islam di Nusantara,
perhatian pemerintah kerajaan Islam terhadap berkembangnya pendidikan Islam
cukup besar. Namun pada masa VOC maupun pemerintahan Hindia Belanda kondisi ini
berubah. Masa-masa suram mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia.
Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan politik pendidikan dalam bentuk
Ordonasi Sekolah Liaratau Widle School Ordonanti yang sangat membatasi ruang
gerak pesantren. Tujuannya, pihak Belanda ingin membunuh madrasah dan sekolah
yang tidak memiliki izin dan juga bertujuan melarang pengajaran kitab-kitab
Islam yang menurut mereka memunculkan gerakan subversi atau perlawanan di
kalangan santri dan muslim pada umumnya. Hal ini akhirnya membuat pertumbuhan
dan perkembangan Islam menjadi tersendat.
Sebagai respon penindasan Belanda tersebut, kaum
santri melakukan perlawanan pada tahun 1820-1880. Kaum santri memberontak di
Nusantara, dan pada akhirnya pada akhir abad ke-19 Belanda mencabut resolusi
tersebut, sehingga pendidikan pesantren sedikit berkembang.
Setelah penjajagan Belanda berakhir, Indonesia dijajah
kembali oleh Jepang. Pada masa penjajahan Jepang ini pesantren berhadapan
dengan kebijakan Saikere yang dikeluarkan penjajahan Jepang. Hal ini ditentang
keras oleh Kyai Hasyim Asy’ari sehingga ditangkap dan dipenjara selama 8 bulan.
Berawal dari sinilah terjadi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan ribuan
kaum santri menuntut pembebasan Kyai Hasyim Asy’ari dan menolak kebijakan
Seikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak pernah mengusik dunia pesantren.
3. Masa
Kemerdekaan
Pada masa awal kemerdekaan, kaum santri kembali
berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari
mengeluarkan fatwa wajib hukumnya mempertahankan kemerdekaan. Setelah Indonesia
dinyatakan merdeka, pondok pesantren kembali di uji, karena pemerintahan
Soekarno yang dinilai sekler itu telah melakukan penyeragaman atau pemusatan
pendidikan nasional.
B. Pesantren
Hasil Asimilasi Pendidikan Hindu-Buddha
Pesantren yang ada
sekarang ini pada awal terbentuknya tidak lepas dari peranan agama yang telah
ada sebelumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa pesantren merupakan asimilasi
pendidikan Hindu-Buddha yakni agama yang sudah ada sebelum Islam datang ke
Indonesia. Asimilasi sendiir mrupakan percampuran antara dua kebudayaan yang
disertai dengan hilangnya kebudayaan asli sehingga terbentuk kebudayaan baru.
Terdapat bukti
bahwa pendidikan yang digunakan dalam pondok pesantren merupakan hasil
asimilias dari pendidikan Hindu-Buddha. Bukti-bukti tersebut diantaranya:
1. Tempat
untuk menepuh pendidikan pada masyarakat Hindu-Buddha dahuli bernama dukuh,
kemudian oleh para penyebar Islam diganti nama dengan pondok pesantren.
Kemudian murid yang menempuh pendidikan untuk memnjadi pendeta disebut wiku,
lalu dalam Islam digani nama santri. Pergantian tersebut disebabkan karena
penyebar Islam/Wailisongo telah berhasil menyebarkan agama Islam di wilayah
Indonesia sehingga terjadi asimilasi pendidikan Hindu-Buddha.
2. Terdapat
naskah kono berbahasa Kawi yang berjudul Silakram, Tingkah Wiku dan
Wrastisasana yang berasal dari era Majapahit. Di dalamnya memuat tata karma
yang mengatur para siswa ketika menuntut ilmu.
3. Terdapat
ajaran Yamabrata yakni suatu ajaran yang meliputi prinsip hidup yang disebut
ahimsa (tidak menyakiti, tidak menyiksa, tidak membunuh), menjauhi sifta krodha
(marah), moh (gelap pikiran), mana (angkara murka), mada (takabur), matsarya (iri
dan dengki) dan raga (mengumbar nafsu).
4. Di
dalam ajaran Hindu-Buddha seorang wiku (murid) harus bersifat satya yaitu
jujur, tidak berbicara kotor (wakparusya), ucapannya tidak menyakiti hati,
tidak memaki, tidak mengerutu, tidak menyumpahi dan tidak berdusta (ujurmadwa).
Satya juga bermakna taat dan setia melakukan brata yang terkait dengan makanan,
minuman, tata cara berpakaiaan, yang disebut satyabrata. Satyabrata sangat
mirip dengan syariat Islam salah satunya yakni tentang halal dan haramnya
makanan dan minuman.
5. Terdapat
ajaran niyambrata yaitu suatu ajaran untuk mengendalikan diri. Tetapi
niyamabrata memiliki makna tingkat lanjut, niyamabrata bukan saja melarang wiku
marah tetapi sudah pada tingkat tidak suka marah (akrodha). Secara ruhani,
siswa selalu ingin berhubugan dengan guru (guru susrusa), memohon kebersihan
batin (sausarcara), mandi tiap hari menyucikan diri (madyus acuddha sarira),
bersembahyang memuja Syiwaditya, melatih menyemayamkan Tuhan di dalam hati
(maglar sanghyang anusthana) dan berdoa (majapa). Di dalam ajaran tasawuf,
yamabrata dan niyamabrata dapat dibandingkan dengan takhalli (usaha
membersihkan diri dari nafsu-nafsu rendah) dan tahalli (menghiasi diri dengan
sifat-sifat ilahi) sehingga seorang penempuh jalan rohani mencapai tajalli
(penyingkapan diri) yakni memperoleh pencerahan dan mengetahui kebenaran
sejati. Demikianlan ajaran tasawuf yang dapat diterima masyarakat karena adanya
anggapan bahwa pengetahuan ruhani Islam tidak berbeda jauh dengan Syiwa-Buddha.
6. Terdapat
ajaran aharalaghwa yaitu suatu ajaran yang mengajarkan tidak berlebihan dalam
sesuatu. Dalam konsep jawa ajaran ini disebut dengan Madya ora ngoyo lan ora
ngongso, yang artinya tidak berlebihan dan tidak melampaui batas.
7. Terdapat
ajaran asteya yaitu suatu ajaran untuk tidak mengikuti hasrat hati untuk
memiliki hak milik orang lain bahkan hak terhadap binatang sekalipun.
C. Peran
Pesantren di Masyarakat
Peran pesantren di
masyarakat adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok, sebuah
lembaga dalam suatu kegiatan untuk menyejahterakan sebuah lingkungan atau
seseorang. Peran pesantren di masyarakat sangat penting terutama dalam bidang
agama, seperti adanya sebuah majlis, ataupun TPA bagi masyarakat sekitar pesantren
dan lainnya.
Peran
pesantren di masyarakat diantaranya:
1. Membentuk
dan memberi corak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang sennatiasa tumbuh
dan berkembang. Sejak berdiri pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga
sekarang, pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah
berengalaman menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu tertentu.
Pesantren tumbuh atas dukungan masyarakat, berdirinya pesantren juga atas
dorongan dan kebutuhan masyarakat. Secara kultural pesantren tidak hanya bisa
diterma oleh masyarakat tetapi juga memberi corak serta nilai kehidupan pada
masyrakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang.
2. Sebagai
training center dan sekaligus sebagai cultural center Islam yang disahkan dan
dilembagakan oleh masyarakat. Pada masa penjajahanpondok pesantren menjadi
satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kader-kader umat yang
tangguh dan gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan berkat dari
jiwa Islam. Pondok pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan
sebagai training center dan sebagai cultural center Islam yang disahkan dan
dilembagakan.
3. Agen
perubahan. Pada awal perkembangan hingga awal era 70-an, pesantren berperan
sebagai lembaga sosial yang memberikan pengaruh dan keberagaman dalam
masyarakat tidak hanya di wilayah pedesaan tetapi juga melintasi daerah dimana
pesantren itu berada. Dengan pean pesantren sebagai agen prubahan ini
diharapkan mempu menjadi penggerak pembangunan di segala bidang.
4. Laboratorium
sosial kemasyarakatan. Dilihat dari letak geografis, pesantren dapat dikatakan
terpisah dari masyarakat. Dengan letk geografis yang terpisah dari lingkungan
inilah, ternyata tidak menjadikan nya terisolasi, tetapi justru membuat
pesantren lebih mudah dalam melakukan control serta melihat denganjelas
berbagai perkembangan di luar pesantren. Dari keadaan tersebut dapat dikatakan
bahwa pesantren merupakan laboratorium sosial kemasyarakatan
Bagus, semoga dapat senantiasa istiqomah dalam berkarya.
BalasHapus